ANALISIS YURIDIS PENERAPAN UNSUR MELAWAN HUKUM MATERIIL DALAM PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG ATAS EXTRAORDINARY CRIME PADA TINDAK PIDANA KORUPSI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR: 003/PPU-IV/2003
Abstract
Lahirnya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 003/PUU-IV/2006 tanggal 25 Juli 2006 yang telah membatalkan/tidak mengakui lagi ajaran sifat perbuatan melawan hukum dalam arti materiil terhadap penjelasan Pasal 2 ayat (1) Undang undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Undang undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi karena dinilai bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) Undang undang Dasar 1945, dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat lagi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam praktek peradilan, Mahkamah Agung sebagai Peradilan tertinggi tidak sejalan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 003/PUUIV/2006 tanggal 25 Juli 2006, dimana penerapan Pasal 2 ayat (1) UUPTPK, yang mana Mahkamah Agung menafsirkan secara luas unsur melawan hukum materiil meliputi fungsi positif dan negatif, sebagaimana termuat dalam Putusan Mahkamah Agung RI. Nomor: 2064K/Pid/2006 tanggal 8 Januari 2007 atas nama Terdakwa H. Fahrani Suhaimi, Putusan Mahkamah Agung RI. Nomor 1974K/Pid/2006 Tanggal 13 Oktober 2006 atas nama Terdakwa Rusadi Kantaprawira, dan Futusan Mahkamah Agung RI. Nomor 996 KlPid/2006 Tanggal 16 Agustus 2006 atas nama Terdakwa Hamdani Amin. Dimana Mahkamah Agung berpendapat bahwa meskipun Penjelasan Pasal 2 ayat (1) UUPTPK bertentangan dengan Undang undang Dasar 1945 dan telah dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, maka yang dimaksud dengan
Jurnal Warta Edisi : 55 Januari 2018 | ISSN : 1829 - 7463
Universitas Dharmawangsa
unsur "melawan hukum" dalam Pasal 2 ayat 1 Undang undang tersebut menjadi tidak jelas rumusannya, oleh karena itu Hakim harus melakukan penemuan hukum sebagaimana adanya doctrine "Sens Clair" atau "La doctrine du Sens Clair" dengan pertimbangan bahwa Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam praktek peradilan, Mahkamah Agung sebagai Peradilan tertinggi tidak sejalan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 003/PUUIV/2006 tanggal 25 Juli 2006, dimana penerapan Pasal 2 ayat (1) UUPTPK, yang mana Mahkamah Agung menafsirkan secara luas unsur melawan hukum materiil meliputi fungsi positif dan negatif, sebagaimana termuat dalam Putusan Mahkamah Agung RI. Nomor: 2064K/Pid/2006 tanggal 8 Januari 2007 atas nama Terdakwa H. Fahrani Suhaimi, Putusan Mahkamah Agung RI. Nomor 1974K/Pid/2006 Tanggal 13 Oktober 2006 atas nama Terdakwa Rusadi Kantaprawira, dan Futusan Mahkamah Agung RI. Nomor 996 KlPid/2006 Tanggal 16 Agustus 2006 atas nama Terdakwa Hamdani Amin. Dimana Mahkamah Agung berpendapat bahwa meskipun Penjelasan Pasal 2 ayat (1) UUPTPK bertentangan dengan Undang undang Dasar 1945 dan telah dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, maka yang dimaksud dengan
Jurnal Warta Edisi : 55 Januari 2018 | ISSN : 1829 - 7463
Universitas Dharmawangsa
unsur "melawan hukum" dalam Pasal 2 ayat 1 Undang undang tersebut menjadi tidak jelas rumusannya, oleh karena itu Hakim harus melakukan penemuan hukum sebagaimana adanya doctrine "Sens Clair" atau "La doctrine du Sens Clair" dengan pertimbangan bahwa Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum.
Full Text:
PDF (Bahasa Indonesia)DOI: https://doi.org/10.46576/wdw.v0i55.218
Article Metrics
Abstract view : 228 timesPDF (Bahasa Indonesia) – 381 times
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2018 Warta Dharmawangsa
Jurnal Warta Dharmawangsa Terindex pada:
Member Of :
Diterbitkan oleh:
UNIVERSITAS DHARMAWANGSA
Alamat : Jl. K. L. Yos Sudarso No. 224 Medan
Kontak : Tel. 061 6635682 - 6613783 Fax. 061 6615190
Email : warta@dharmawangsa.ac.id
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.